''Kebenaran itu
sederhana!" Ini bukan kata-kata saya melainkan kata Anand Khrisna. Kata
itu ia tulis sebagai pembelaan ketika Majalah Tempo lengkap dengan Pemimpin Redaksinya
sedang diancam hukuman. Jadi, kalau boleh saya menerjemahkan, dalam kasus
Majalah Tempo itu, tak sulit menentukan siapakah pihak yang salah dan siapa
yang benar. Saya setuju. Tidak dibutuhkan kecerdasan tinggi untuk merasakan
kebenaran. Kebenaran menjadi sulit ketika pihak-pihak lain campur tangan,
termasuk hukum dan pasal-pasal. Maka muncullah cabang-ccabang kebenaran lain yang
membingungkan. Di antara banyak cabang itu ada tiga :
cabang pertama yang harus
diwaspadai. Pertama benar menurut diri sendiri, kedua benar menurut banyak
orang, ketiga benar menurut hukum. Ketiga kebenaran ini sungguh masih rawan
bahaya. Bagaimana mau percaya kepada diri sendiri jika terhadap mutu diri
sendiri pun kita ini ragu-ragu. Bagaimana kalau kita ternyata bodoh belaka.
Bagaimana kalau kita ini tidak cuma bodoh, tapi juga jahat. Sudah goblok, jahat
pula. Maka bagaimana mungkin kebenaran versi si bodoh dan si jahat ini bisa dipercaya.
Kebenaran kedua, kebenaran
versi orang banyak adalah juga kebenaran yang rawan pembengkokkan. Terutama
ketika orang itu, meksipun banyak, tapi berasal dari budaya gerombolan, watak
mobokrasi, gerudukisme dan gemar main keroyok. Kemenangan orang-orang ini pasti
bukan karena kebenarannya, melainkan karena keroyokannya itu. Ada kebenaran yang dibenarkan karena backing,
karena kekuasaan dan tekanan. Kebenaran berbasis ketakutan semacam ini pasti
sulit disebut kebenaran.
Ketiga, kebenaran versi
hukum, ini juga rawan godaan. Terutama jika memang kebenaran ini berasal dari
hukum yang tergoda, tergoda tekanan, tergoda uang, dan tergoda jual beli
perkara. Apakah semua itu kenyataan asing bagi kita? Tidak. Dan hebatnya, untuk
merasakan hukum yang ganjil ini, manusia tidak membutuhkan bukti-bukti yang
nyata, tapi cukup dengan instink mereka. Jadi instink itulah kata kuncinya.
Untuk merasakan kebenaran, manusia cuma butuh instink. Dan jika cuma ini modalnya,
manusia tak perlu menjadi ahli hukum, intelektual atau ahli meditasi. Tapi
kebenaran yang bisa dideteksi instink ini datang dari jenis yang ke empat: bukan
kebenaran diri sendiri, kebenaran orang banyak,
kebenaran hukum, melainkan
kebenaran itu sendiri.
Kebenaran jenis ke empat
itulah yang disebut Anand Khrisna sebagai sederhana, tak butuh kecerdasan
tinggi untuk merasakannya, orang awam dan jenis orang-orang lugu pun sanggup
denan cepat merasakannya. Karena inilah kebenaran yang betapapun bagus
bungkusnya, jika isinya tak lebih dari kebohongan, akan muncul lewat gerak
mata, lewat bahasa tubuh, dan lewat alasan yang aneh-aneh. Alasan itu, karena
anehnya, sering menjadi terlalu besar,
terlalu indah dan terlalu mengada-ada.
Itulah kenapa siapa bermulut manis, pasti malah menimbukan rasa curiga. Itulah kenapa
orang yang sok akrab, malah menyebalkan, itulah
kenapa orang yang hendak
menipu malah begitu sopan tindak tanduknya, itulah kenapa orang yang gemar
ingkar, justru adalah orang yang gemar berjanji, orang yang ngotot minta dipercayai,
adalah orang yang punya bakat besar mengkhianati, itulah kenapa orang yang
tercemar, bisa menggugat balik pembuka aibnya.
Inilah kenapa kebenaran itu
dianggap sebagai barang yang
mudah dan sederhana, karena
apapun bungkusnya, selalu
tampak begitu jelasnya.
===================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar