Tips: Agar Otak Kanan Tidak Loyo
Diposkan oleh Blog Abdul wahid muallim
Untuk
menjaga segala kemungkinan terburuk, mereka datang ke notaris. Sebuah
perjanjian harta terpisah dibuat di atas kertas bermeterai, disaksikan
notaris yang berkantor di gedung mentereng di Jakarta itu. Jadi, jika
suatu ketika ternyata harus berpisah, mereka hanya bisa membawa harta
yang tercatat atas nama mereka sendiri secara pribadi.
Semuanya
berjalan lancar, pesta pernikahan pun mulus dilangsungkan. Dan,
barangkali sebagian dari kita akan menganggapnya wajar-wajar saja di
zaman yang segalanya dihitung dengan materi ini.
Namun, bagi AM Rukky Santoso, penulis buku Right Brain: Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan untuk Kehidupan yang Lebih Berkualitas,
percintaan Tomi dan Nina itu tidak wajar. Percintaan itu hanya
didasari oleh perhitungan untung rugi, bukan sebuah cinta yang sejati.
Hal itu terjadi karena mereka terbiasa menyelesaikan masalah hanya
dengan memfungsikan otak sebelah kiri. “Segalanya hanya didasarkan atas
logika,” katanya.
Contoh
lain, kata Rukky, adalah kecenderungan manusia hanya tergantung pada
tindakan medis, pemakaian suplemen makanan dan obat-obatan untuk
menjaga kesehatan. Meski, pada sebuah seminar tentang penelitian ilmu
medis di Amerika, pernah diungkapkan bahwa dalam ilmu pengobatan medis
modern hanya kurang lebih 25 persen yang bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Selebihnya adalah suatu tindakan trial and error alias
coba-coba. Sebaliknya, upaya untuk membentengi diri dengan menciptakan
kesehatan dari diri sendiri jarang dikembangkan.
Padahal,
kata Rukky, di kepala manusia terdapat tiga bagian otak, yakni otak
kanan, otak kiri dan otak kecil atau otak bawah sadar. Masing-masing
bagian memiliki peran dan karekter yang berbeda-beda.
Otak
kiri merupakan bagian otak yang bertugas berfikir secara kognitif dan
rasional. Bagian ini memiliki karakteristik khas yang bersifat logis,
matematis, analitis, realistis, vertikal, kuantitatif, intelektual,
obyektif, dan mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan.
Otak
kiri memiliki karakter antara lain mengontrol gerak motorik tubuh
kanan – masuk akal, sistematis, mekanis – matematis, hitung-hitungan –
analisa, bahasa, gambar, kata-kata – karakter garis lurus, paralel –
detil, menguasai, sasaran/target – kecerdikan, keduniawian – realita
dan dominan, langsung – aktif, berorientasi pada jumlah – identitas,
membaca, menulis – tujuan akhir, target sasaran – bertahap-tahap dan
berdasar permintaan – kecenderungan pada diri sendiri – kecenderungan
lebih ke dalam diri.
Sebaliknya,
otak kanan merupakan bagian otak yang berfikir secara afektif dan
relasional, memiliki karakter kualitatif, impulsif, spiritual,
holistik, emosional, artistik, kreatif, subyektif, simbolis,
imajinatif, simultan, intuitif, dan mengontrol gerak motorik bagian
tubuh sebelah kiri.
Otak
kanan memiliki karakter antara lain : mengontrol gerak motorik tubuh
kiri – karakter hubungan antar manusia – akustik, bunyi,musik –
artistik, seni, kreativitas – simbol-simbol, sensualitas, ruang –
intuisi, imajinasi, persamaan – terus-menerus, tetap, jelas –
emosi-emosi, gambaran perasaan – terbuka, mengutamakan perasaan –
berorientasi pada kualitas – penggandaan dan proses – spiritual dan
penampakan – peduli dengan pihak lain – kepedulian pada alam dan
situasi.
Sedangkan
bagian otak kecil yang berada di sebelah bawah, bertugas mirip mesin
perekam seluruh kejadian yang berlangsung dalam kehidupan kita. Otak
kecil seringkali mengagetkan kita dengan memberikan informasi secara
tiba-tiba mengenai sesuatu yang tidak kita sadari sebelumnya.
Namun,
seluruh sistem pendidikan di Indonesia serta beragam aspek kehidupan
ternyata hanya mampu mengembangkan belahan otak kiri tersebut. Otak
kanan bahkan hanya dipandang sebagai sesuatu yang hanya bisa mendasari
seseorang untuk menjadi seniman besar. Orang yang tidak akan menjadi
seniman, tidak perlu mengembangkan otak kanannya. Akibatnya, kita
menjadi terbiasa berfikir dengan hanya menggunakan otak kiri.
Untuk itu, Rukky membuka Right Brain Institute of Life, sebuah pelatihan pengembangan kemampuan otak kanan, di Jakarta dan Bandung. Lembaga serupa adalah Center of the Right Brain Learning (Pusat Pelatihan Otak Kanan) yang pernah dibuka di Bogor.
Saat
ini, kata Rukky, sudah ribuan orang yang mengikuti program ini. Mereka
terdiri dari anak-anak hingga para doktor di universitas terkemuka
seperti Universitas Trisakti dan Atmajaya, Jakarta. Para peserta
terbagi dalam dua model. Model pelatihan reguler dilakukan dalam 10
kali pertemuan, sedangkan model intensif hanya dua hari, yakni Sabtu
dan Minggu. Biaya pelatihan kedua model ini sama, yakni Rp.750 ribu
perorang.
Metode
pelatihan ini, kata Rukky, bersifat ilmiah dan relatif mudah diikuti.
Ia berorientasi untuk mengembangkan aktivitas kelenjar, jaringan
syaraf, insting energi serta keseimbangan di dalam tubuh. Pelatihan
dimaksudkan untuk memberikan stimulus kepada bagian hormon-hormon di
dalam tubuh agar berfungsi secara normal. Dengan demikian hormon
tersebut akan memberikan rangsangan kepada fungsi otak sebelah kanan.
Hal tersebut, menurut Rukky, dalam jangka panjang bisa memberikan
kesejahteraan dalam kehidupan.
Menurut Shinto B. Adelar, M.Sc,
dosen psikologi perkembangan pada Universitas Indonesia, latihan
pengembangan otak kanan seperti diterapkan Rukky sangat positif. Jika
otak kiri saja yang dikembangkan, orang jadi kurang imajinatif dan
kurang kreatif.
Shinto
juga sependapat bahwa otak kanan berkaitan dengan unsur kreativitas
yang bukan hanya layak dikembangkan para seniman. Ilmuwan juga perlu
mengembangkannya. “Kalau nggak, dia nggak maju. Jadi, untuk
mengembangkan sesuatu untuk mencari ide-ide baru,” kata Shinto.
Namun,
Shinto memberikan catatan bahwa otak kiri dan otak kanan itu saling
berhubungan. “Jangan salah paham bahwa otak belahan kiri dan kanan
bekerja sendiri-sendiri. Jadi, meskipun pada fungsi yang khususnya,
tapi masing-masing bagian itu akan lebih terbantu apabila aktivasinya
dari kedua sisi,” katanya. Oleh karena itu, sebaiknya dikembangkan
secara bersamaan. Sehingga, kegiatan-kegiatannya seimbang menstimulasi
otak kiri dan otak kanan.
Tanpa
melalui lembaga pelatihan khusus otak kanan, kata Shinto, pengembangan
sebenarnya bisa dilakukan lewat sebuah latihan kecil yang sederhana.
Misalnya, pengembangan bahasa yang bukan hanya untuk menyebutkan
tentang fakta. Namun, bahasa juga dimanfaatkan untuk menggambarkan
sesuatu yang sifatnya rekaan atau imajinasi.
Cara
lainnya, kata Shinto, berhitung dengan cara-cara tertentu sebagaimana
dikembangkan dalam kursus sempoa, mental aritmatika, dan sejenisnya.
“Misalnya, kita memberi pertanyaan, 2+4 = berapa? Lantas, anak
diharapkan menghitung, berapa ditambah berapa sama dengan enam,”
katanya.
Salah
seorang pengelola kursus sempoa di Jakarta, Muhammad Dilar Darmawan
menyebutkan, sempoa memang mengembangkan belahan otak kanan. Namun, ia
juga dimaksudkan untuk menyeimbangkan otak kiri dan kanan. “Kursus ini
mencoba memaksimalkan fungsi kedua bagian otak tersebut,” kata Dilar.
Sekitar
30 anak dengan umur rata-rata enam tahun yang mengikuti kursusnya
akhirnya lebih percaya diri. Mereka juga mudah mengerjakan soal-soal
yang berkaitan dengan angka. “Kecepatan berpikir mereka lebih jauh
dibandingkan sebelumnya,” ujar Dilar.
Apa yang dikembangkan dalam kursus otak kanan seperti milik Rukky,
agaknya tidak spesifik seperti kursus sempoa atau mental aritmatika.
Namun yang jelas, dengan pengembangan otak kanan inilah, hidup akan
menjadi lebih berkualitas secara fisik dan psikis.
Sebagaimana
dikatakan Rukky, kita kemudian akan mampu mencermati tradisi medang
yang biasa dilakukan orang Jawa. Medang yang berasal dari kata wedang
atau minuman adalah kebiasaan menikmati minuman hangat di petang hari
sembari duduk santai di ruang terbuka. Sembari medang itulah sebenarnya
mereka melakukan semacam meditasi dan kontemplasi yang akan
mengaktifkan otak kanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar